Mengajak Guru Ibarat Saudara Bagi Muridnya - Merangkul Mereka Dikala Menangis Dan Tetap Memberi Semangat Dikala Mereka Kalah

Sahabat Edukasi yang berbahagia…  

Di dikala sebagian guru sibuk dengan urusan administrasi, sumbangan profesi, dan sebagainya, sampai terkadang mereka lupa akan kodratnya sebagai guru, pengajar Sekolah Menengan Atas Krida Nusantara Bandung Dyah Oktriani ini justru berusaha mengaktualisasikan dirinya lewat aneka macam tulisan.

Temanya, biar masyarakat mengatahui bahwa profesi guru menyenangkan. Dyah merupakan salah satu guru yang beberapa waktu kemudian berhasil terpilih sebagai guru favorit dalam ajang DBL West Java. “Saya dikala ini menulis wacana bagaimana profesi guru itu dimata seorang guru.

Lombanya diikuti guru-guru di Jawa Barat. Tulisan saya waktu itu berjudul Guru yang Menyenangkan,” ungkapnya kepada KORAN SINDO kemarin.

Tulisan tersebut, lanjut dia, lebih pada menceritakan pengalamannya. Kenapa beliau menjadi guru dan bagaimana beliau melihat kondisi guru yang mengajar dikala ini. Pada goresan pena itu, beliau menilai kalau guru dikala ini terlalu disibukkan dengan aneka macam urusan yang justru tidak berafiliasi dengan mencerdaskan murid.

“Jadi kita lihat, dikala ini banyak murid yang hanya dapat teks book, padahal bahwasanya pemahaman dan penerapannya yang lebih penting. Menurut saya, hal itu dikarenakan guru tidak lagi membuat suasana yang menyenangkan di kelas,” tuturnya.

Dyah menilai, dikala ini guru tidak hanya cukup untuk di gugu dan ditiru saja. Namun ada proses lain di dalamnya, yaitu proses di mana jadinya siswa dapat berubah dari tidak dapat menjadi bisa, dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Dyah Oktriani menawarkan piagam penghargaan sehabis terpilih 

sebagai guru favorit dalam ajang DBL West Java belum usang ini.

Anak bungsu dari tiga bersaudara ini memang sudah bercita-cita menjadi seorang guru, alasannya ialah dibesarkan oleh seorang ibu yang berprofesi sama. Atas back round itu, mengakibatkan beliau bersemangat atas profesi Umar Bakri itu.

“Dulu saya berpikir untuk menjadi seorang guru itu mudah, asal pintar beliau dapat jadi guru alasannya ialah sudah tahu segalanya.  Tapi di dingklik kuliah, saya mulai mencar ilmu kalau ternyata menjadi seorang guru tidaklah mudah. Ilmu yang kita pelajari pun tidak ibarat yang kita bayangkan.

Guru mempelajari segalanya, alasannya ialah ternyata di sana kita hanya mendalami satu ilmu yang kita pilih. Kenapa jadinya banyak yang menyampaikan kalau guru pun insan biasa yang hanya menularkan ilmunya kepada muridnya, bukan yang tahu segalanya,” katanya.

Dirinya menilai, menjadi guru yang menyenangkan ternyata lebih mempunyai arti penting, dari pada hanya guru yang digugu dan ditiru. Hal ini didasari alasannya ialah dengan menjadi guru yang menyenangkan jadinya melahirkan murid yang meng-gugu dan meniru.

“Bagi saya, melihat murid tertawa dan menyenangi apa yang kita ajarkan pun lebih mempunyai kepuasan tersendiri. Kenapa? alasannya ialah itu dapat membuat mereka menyenangi pelajarannya, bahkan pengalaman saya dengan membuat mereka senang, pelajaranpun akan lebih usang diingat di pikiran mereka dari pada hanya mengajar untuk membuat murid dapat tapi tidak menyenangkan,” ungkap lulusan FPOK UPI ini.

Dyah yang merupakan guru olah raga ini mengakui bahwa profesinya itu harus menjadi penenang bagi siswa. “Melalui kompetisi ini pun saya tidak merasa ibarat guru dan murid tapi lebih ibarat saudara yang saling memotivasi ketika jatuh, merangkul mereka ketika menangis dan tetap memberi semangat ketika mereka kalah,” bebernya.  (Yugi Prasetyo  - bhr)

Referensi artikel : Mengajak Pengajar Makara Saudara bagi Muridnya – Koran-sindo.com